Pemuda, Bonus Demografi dan Disrupsi

Ketika kita kembali pada sejarah 28 Oktober 1928 pemuda mengucapkan sumpahnya sebagai bentuk rasa cintanya terhadap NKRI. Sekitar seminggu yang lalu dengan semangat modernisasi kita kembali merayakan Hari Sumpah Pemuda yang ke-90. Tentu bukan usia yang muda lagi dan pastinya akan sedikit berbeda dalam semangat dan cara merayakannya. Bersamaan dengan itu kita juga berpapasan dengan ledakan penduduk di usia produktif sekaligus juga kita masuk kedalam masa yang kita sebut sebagai era disrupsi. Maka hal ini sebagai pemuda kita juga harus turut andil dalam memanfaatkan moment bonus demografi di era disrupsi ini.

Pemuda dan Bonus Demografi

Tak terpungkiri lagi saat ini Indonesia sedang mengalami ledakan penduduk, dimana usia produktif lebih banyak ketimbang usia non produktif. Hal ini serupa dengan data BPS (Badan Pusat Statistik) yang memperkirakan akan menikmati era Bonus Demografi pada tahun 2020-2030. Yang mana usia produktif mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Artinya ini adalah salah satu peluang besar untuk bangsa ini supaya bisa bersaing dan sejajar dengan negara-negara maju.
Namun, tak dapat kita pungkiri bahwa dimana ada keuntungan maka disitu akan ada resiko yang cukup besar dalam mencapainya. Artinya disini ada dua kemungkinan, disatu sisi jika kita berhasil memanfaatkan ledakan demografi tersebut maka sudah dapat dipastikan yang akan kita dapatkan adalah Bonus. Di sisi lain apabila kita gagal dalam pencapaian bonus demografi tentu yang terjadi adalah sebaliknya yaitu kegagalan mendapatkan bonus demografi. Dalam pencapaiannya tentu harus diwarnai dengan semangat pemuda dalam memanfaatkn momen tersebut, dimana dapat kita sama ratakan bahwa usia pemuda adalah usia produktif. Artinya ketia ketia usia pemuda adalah usia produktif maka kualitas pemuda itu haruslah sama, yaitu menjadi pemuda yang produktif.

Era Disrupsi

Disrupsi adalah sebuah era baru yang dapat menjungkir balikkan aktor atau seseorang kedalam jurang kegagalan. Disatu sisi disrupsi dilambangkan sebagai kemajuan teknologi, tetapi di sisi lain ada aktor atau produk yang tersingkirkan. Era disrupsi saat ini berbanding lurus dengan era Industri 4.0, yang mana jika kita tertinggal sedikit saja di era teknologi dan jaringan maka habislah sudah. Tak dapat kita pungkiri bahwa semakin canggihnya teknologi juga ada yang harus di korbankan.
Ide dasar dari disrupsi adalah adanya sebuah penggantian, pembaharuan dan efisiensi. Artinya era disrupsi ditandai dengan teknologi baru yang dapat mempercepat kinerja dengan biaya dan tenaga yang minim. Misal keberadaan ojek pangkalan semakin hilang dengan adanya ojek online, yang dapat di akses hanya melalui smartphone. Contoh sederhana lain adalah begitu adanya kamera di setiap handphone, profesi tunkang foto mulai hilang. Jadi, dengan datangnya era disrupsi ini akan membawa dampak positif? Atau malah berdampak negatif?
Tentu tidak jauh beda dengan adanya bonus demografi, era diarupsi diarupsi juga akan berdampak positif bila kita manfaatkan semaksimal mungkin. Dan akan berdampak negatif jika kita tidak mampu mengimbangi dan memanfaatkan teknologi.
Pada Akhirnya…
Jika kita melihat sepintas dari pemuda dan masyarakat sekarang ini, mereka terlalu jauh jatuh dalam perkembangan teknologi. Jatuh disini memiliki artian terbelenggu dan jatuh dengan kehebatan teknologi hingga menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang konsumtif. Sedikit kasar rasanya jika saya katakan pemuda sekarang lebih konsumtif ketimbang produktif. Namun, pada kenyataannya seperti ini adanya (hanya asumsi dan belum dibuktikan secara empiris). Jadi, jika kita tetap bertahan sebagai pemuda yang konsumtif apakah kita mampu menghadapi era disrupsi dan bonus demografi?
Sebagai pemuda, yang dikatakan siap menghadapi bonus demografi dan era disrupsi tentu harus siap pula secara kualitas. Artinya, apabila kita menjadi pemuda yang konsumtif tentu ini sedikit bertolak belakang dengan artian pemuda yang memiliki kualitas. Oleh karenanya sebagai pemuda yang pada taraf usianya adalah usia produktif sudah tentu harus menjadi pemuda yang produktif (bukan konsumtif). Lalu bagaimana caranya?
Pokok dasar dari meningkatkan kualitas diri adalah menambah ilmu pengetahuan, artinya membaca dan berdiskusi adalah salah satu jalan utama dalam meningkatkan kualitas diri. Kemudian, era disrupsi adalah era yang ditandai dengan kemajuan teknologi, sudah tentu beradaptasi dan menerima dan memanfaatkan teknologi sebaik mungkin adalah jalan pertama yang harus kita tempuh dalam mengikutu arus disrupsi ini. Selanjutnya, bonus demografi adalah sebuah bonus yang dapat dicapai dengan semangat berinovasi dan berkreatifitas.
Kesimpulannya bonus demografi dan era disrupsi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan untuk memajukan bangsa Indonesia. Maka dari itu perlu adanya peningkatan kualitas pemuda supaya konotasi pemuda yang konsumtif beralih menjadi pemuda yang produktif. Cara terbaik dalam meningkatkan kualitas tersebut adalah dengan menambah ilmu pengetahuan dengan membaca dan berdiskusi. Kemudian beradaptasi dan tidak alergi terhadap perkembangan teknologi, ini salah satu upaya agar tidak semakin tersingkirkan akibat kemajuan teknologi. Dan pada akhirnya adalah menjadi pemuda yang kreatif dan inovatif, supaya kita tidak hanya sebagai konsumen tapi juga bergerak menjadi produsen (menjadi pemuda yang produktif bukan konsumtif).***

Posting Komentar untuk "Pemuda, Bonus Demografi dan Disrupsi"

Back To Top